10 PRODUK BUDAYA INDONESIA BESERTA FILOSOFINYA
1. WAYANG
Wayang secara filosofi berarti wewayanganing ngaurip (gambaran kehidupan di dunia). Wayang memberikan gambaran kehidupan manusia dengan segala permasalahan dan tantangan. Selain menyimpan makna estetika, Wayang memberi tafsir kehidupan masyarakat Jawa.
Wayang terbuat dari kulit kerbuat yang dibentuk seperti boneka. Wayang memiliki berbagai jenis tokoh dan memiliki karakter baik dan buruk. Wayang dalam kehidupan diartikan sebagai manusia. Sosok manusia yang memiliki hawa nafsu, emosi, pintar, baik, buruk, suka jail dan lain sebagainya.
2.ANGKLUNG
Angklung. Alat musik tradisional bernada ganda (multitonal) ini warisan budaya Sunda yang dapat menghasilkan nada yang merdu. Dari literatur sirat Babad Sunda, Angklung diceritakan sangat erat kaitannya dengan budaya agraris masyarakat Sunda yang mengandalkan pertanian sebagai penghidupan.
Angklung juga telah mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai bagian dari World Heritage pada 19 Januari 2011. Sertifikat diserahkan mantan Duta Besar RI untuk UNESCO, Tresna Dermawan Kunaefi kepada Menteri Pendidikan Nasional kala itu, Muhammad Nuh.
3.KERIS
Keris adalah simbol kepercayaan.
Keris sebagai benda pusaka juga memiliki filosofi tersendiri. Pada zaman kerajaan di masa lampau, pemberian keris menjadi simbol kepercayaan raja kepada bangsawan keraton. Sang bangsawan harus mampu bersikap baik sebagai bukti bahwa beliau dapat dipercaya. Jika tidak, keris itu dapat diambil kembali oleh sang raja.
4.BATIK
Batik di Jawa mempunyai filosofi yang tinggi karena tradisi membatik merupakan tradisi di Keraton. Karena itu motif batik Keraton penuh filosofi kehidupan. Batik bukan sekadar selembar kain unik yang diberi motif, busana ini ini menyimpan filosofi tentang ketekunan, kegigihan, serta kebanggaan.
Sedangkan batik di luar Jawa, tidak terkait dengan kualitas seni dan hanya untuk menggambarkan potensi kekayaan batik nusantara. Batik di luar Jawa cenderung sebagai aktualisasi proses interaksi produsen batik untuk memenuhi kebutuhan pasar atau permintaan peminat batik.
Terbentuklah aktualisasi batik yang nuansanya satu sama lain tidak sama, sesuai dengan pasar dan kultur masing-masing. Dari Keraton busana adiluhung itu melebar ke lingkungan sekitar atau keluarga ningrat. Abdi dalem Keraton yang kemudian membawa tradisi batik benar-benar keluar dari lingkungan Keraton.
Motif-motif tradisi sebelumnya di Keraton yang dimodifikasi dalam bentuk lebih modern atau kontemporer lagi. Sehingga muncul motif-motif parang dengan kombinasi beraneka macam warna juga beraneka ragam hiasan.
5.GAMELAN
Kendhang : berasal dari kata kendhali dan padang. Yang artinya adalah keinginan harus dikendalikan dengan pikiran dan hati yang bersih. Setiap kita mempunyai keinginan lakukanlah dengan pikiran yang jernih, penuh kepositifan. Diimbangi dengan hati yang bersih, dengan tujuan bahwa keinginan ini akan membawa kebaikan bagi orang banyak.
6.KAIN ULOS
kain ulos merupakan salah satu kain khas Indonesia yang secara turun temurun diwariskan oleh masyarakat Batak, Sumatera utara.Dari bahasa asalnya, ulos berarti kain. Cara membuat ulos serupa dengan cara membuat songket khas Palembang, yaitu menggunakan alat tenun bukan mesin.
Ulos merupakan pakaian khas suku Batak di Sumatera Utara, bentuknya menyerupai selendang dengan panjang sekitar 1,8 meter dan lebar 1 meter, kedua ujungnya berjuntai-juntai dengan panjang sekitar 15 cm dan pembuatan Ulos dilakukan oleh kaum perempuan mereka menenun dari benang kapas atau rami.
Kain ulos ini menjadi simbol ikatan kasih sayang yang diharapkan bisa seperti rotan atau yang disebut hotang oleh dalam bahasa Batak. Rotan terkenal sebagai bahan pengikat yang sangat kuat, sehingga filosofi itu menjadi doa bagi pengantin baru untuk tetap terikat kuat dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
Adapun makna yang terkandung dalam Warna yang digunakan pada kain ulos adalah :
- Putih: Melambangkan Kesucian dan kejujuran
- Merah: Melambangkan Kepahlawanan dan keberanian
- Kuning: Melambangkan Kaya/kesuburan
- Hitam: Melambangkan Duka
Tikar pandan tergolong kerajinan tangan yang membutuhkan waktu lama untuk menganyamnya. Pandan yang dipotong dari pokoknya, disisir sesuai keinginan besar kecilnya, dijemur, lalu baru dianyam. Butuh waktu lebih kurang seminggu jika matahari benar-benar terik untuk mengubah daun pandan hijau menjadi putih. Semakin lama dijemur maka semakin bagus kualitas tikar pandan tersebut. Daun pandan yang sudah kering itu bertambah kuat dan susah rapuh jika intensitas cahayanya mencukupi. Jika ingin tikar bervariasi, bisa saja ditambahkan pewarna alami dengan catatan tidak membuat daun pandan cepat berjamur dan putus jika ditarik.
Proses menganyam daun pandan menjadi tikar utuh juga membutuhkan waktu lama. Proses ini sangat tergantung pada besar kecil tikar yang sedang dianyam. Semakin besar tikar yang ingin dihasilkan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu anyaman. Demikian sebaliknya.
Produksi tikar pandan semakin berkurang dari waktu ke waktu. Pengalaman ini setidaknya menjadi perhatian pihak terkait supaya kembali digalakkan. Kita mudah saja mendapatkan pandan tumbuh liar di perkampungan atau di pinggir hutan. Lagi pula pembuatan tikar pandan tidak membutuhkan mesin maupun alat bantu lain sehingga mudah dikendalikan komoditinya. Pengayaman tikar pandai hanya membutuhkan keahlian dan pembiasaan. Semakin terbiasa maka semakin rapi tikar yang dihasilkan.
Warisan budaya ini memberikan nilai tambah kepada Indonesia. Menjaga warisan budaya menjadi keharusan bagi setiap generasi. Kita tidak pernah tahu sampai kapan tikar pandan dikenal oleh generasi muda. Kita juga tidak tahu berapa banyak generasi muda yang mampu menganyam tikar pandan dengan baik.
8.Gringsing Tenganan
Kain Gringsing diketahui sebagai ciri khas Desa Tenganan yang berbentuk kain tenun ikat. Tidak diketahui secara pasti kapan jenis kain Gringsing mulai muncul di Tenganan Pegringsingan.
Jenis kain Gringsing mengandung makna sebagai semacam penolak bala. Kain Gringsing bisa dikatakan unik, otentik, dan kini amat langka. Bila dilihat dari proses pewarnaan, mengikat benang dan menenun, untuk sehelai kain bisa memakan waktu sekitar 1 hingga 10 tahun.
Waktu terlama dihabiskan untuk proses pewarnaan yang bisa memakan waktu bertahun-tahun demi mendapat warna yang matang. Masyarakat Bali Aga dan orang di luar Tenganan percaya bahwa kain Gringsing memiliki kekuatan magis yang dapat melindungi mereka dari sakit dan kekuatan jahat.
9.TAS RAJUT DOWA
Tas rajut Dowa produk ini dibuat pada tahun 1989 di Yogyakarta oleh Delia Murwihartini. Dowa berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti doa. Delia sengaja memberi nama yang mudah untuk didengar, dan memiliki filosofi yang dala, serta mudah diucapkan untuk orang asing.
Tas rajut Dowa menarik banyak perhatian karena kualitas bahan kain yang digunakan. Tas ini juga mampu menampung barang-barang yang cukup berat.
10.PERAK CERUK
Kerajinan perak tak hanya hidup di dalam keseharian masyarakat Bali, kini perak pun telah termasyur ke pelosok negeri.Desa Celuk. Celuk telah lama dikenal sebagai pusat kerajinan perak.
Awalnya kerajinan perak hanya terbatas pada keperluan agama. Berkat pariwisata, kerajinan perak di Celuk pun semakin berkembang.
Dari segi keturunan, pengrajin perak berasal dari klan Pande. Klan ini yang biasa mengerjakan emas, besi dan perunggu. Sejak dulu, klan Pande banyak tinggal di Desa Celuk. Pada zaman kerajaan, klan Pande disebut sebagai abdi kerajaan. Mereka fokus membuat produk-produk kerajinan untuk istana dan pura. Keperluan istana seperti mahkota, keris dan kerajinan lainnya. Selain itu, mereka juga membuat peralatan upacara yang terkait dengan upacara keagamaan, seperti dulang, tempat air suci (kubuh dan canting), tempat bunga atau sesaji (bokor dan saab).
Kemunculan perak awalnya memang untuk kepentingan kerajaan dan keagamaan. Pada era 1970-an sudah mulai pergeseran. Pengrajin mulai membuat perhiasan untuk kepentingan penari, seperti badong, subeng. Tapi bukan untuk kepentingan sehari-hari, masih untuk kepentingan adat
Komentar
Posting Komentar